Hukum merokok dalam Islam


HUKUM MEROKOK MENURUT TINJAUAN NASH
DAN KAIDAH SYAR’IYAH
Nurlaila Harun
ABSTRAK
Merokok hukumnya berdasarkan makna yang terindikasi dari Zhahir ayat Al-Qur’an
dan As-Sunnah serta I’tibar (logika) yang benar. Dalil dr Al-Qur’an firman-Nya Qs.
Al-Baqarah 195. Maknanya, janganlah kamu melakukan sebab yang menjadi
kebinasaanmu. Wajhud dialah (aspek pendalian) dari ayat tersebut adalah merokok
termasuk perbuatan mencampakkan diri sendiri kedalam kebinasaan. Sedangkan dalil
dari As-Sunnah adalah Hadits yang berasal dari Rasulullah secara Shahih bahwa
beliau melarang menyia-nyiakan harta. Makna menyia-nyiakan harta adalah
mengalokasikan kepada hal yang tidak bermanfaat. Sebagaimana dimaklumi bahwa
mengalokasikan harta dengan membeli rokok adalah termasuk pengalokasinjya kepada
hal yang tidak bermanfaat bahkan pengalokasian kepada hal yang didalamnya terdapat
kemudharatan.
Kata Kunci: Merokok Tinjaun Nash & Kaidah Syari’ah
A. PENDAHULUAN
Menurut ‘ Abdullah bin Abdurrahman Al-Sanad, dalam bukunya Nashihah Al-
Insan’ ala Isti’mal Al-Dukhan, rokok dikenal oleh bangsa Eropa sekitart tahun 915 H
atau 1518 M, ketika sekelompok pakar mereka menemukan tumbuhan “aneh” di
Tobaco ( Meksiko). Benihnya mereka bawa pulang dan dari sana tersebar ke daerahdaerah
lain, termasuk ke wilayah negeri-negeri Isam. Itu sebabnya tidak ditemukan
pendapat ulama masa lalu tentang hukum merokok.
Namun, melalui pemahaman tentang maqashid al-syari’ah (tujuan agama) kita
dapat mengetahui hukum merokok dan persoalan-persoalan “baru” lainnya. Tujuan
tuntunan agama adalah memelihara lima hal pokok, yaitu ajaran agama, jiwa, akal,
harta dan keturunan.1 Setiap aktivitas yang menunjang salah satunya, pada prinsipnya
dibenarkan atau ditoleransi Islam. Dan, sebaliknya pun demikian, pembenaran itu bisa
1 Abdul Azis Syaikh bin Abdullah bin Baz, Tim Darul Haq. “ Fatwa-fatwa Terkini “,
Penerjema : Musthofa ‘Aini, Lc, Penerbit Darul Haq, Jakarta 1999, hlm. 321.
2
mengambil hukum wajib (jika tidak dilaksanakan berdosa), atau sunnah (dianjurkan,
walaupun tidak berdosa bila diabaikan dan kalau dilaksanakan mendapat ganjaran), atau
mubah (boleh, terserah pilihan masing-masing pribadi, tiada dosa dan tiada pahala).
Sedangkan tingkat larangan ada dua : makruh (dianjurkan untuk dihindari dan ketika itu
yang bersangkutan memperoleh ganjaran, tetapi jika dikerjakan tidak berdosa), dan
haram (harus dihindari, dan kalau tidak, maka pelakunya terancam siksa).
Imam Al-Tirmidzi dan Ibn Majah meriwayatkan hadis serupa, tetapi redaksi
akhirnya adalah: Dan ada pula hal-hal yang didiamkannya bukan karena lupa
melainkan karena kasih sayang Nya, yang demikian adalah hal-hal yang dibolehkan
Nya.
Ulama-ulama kontemporer banyak merujuk kepada para pakar untuk mengetahui
unsur-unsur rokok, serta dampaknya terhadap manusia. Atas dasar informasi itu,
mereka lalu menetapkan hukumnya.
Imam Terbesar AL-Azhar Mesir, Syaikh Mahmud Syaltut, menilai pendapat
yang menyatakan bahwa merokok adalah makruh, bahkan haram, lebih dekat kepada
kebenaran dan bahkan lebih kuat argumentasinya. Ada tiga alasan pokok yang dijadikan
pegangan untuk ketetapan hukum ini.2 Pertama, sabdan Nabi Saw. Yang diriwayatkan
oleh Imam Ahamaddan Abu Dawud dari Ummi Salamah “Terlaranglah segala sesuatu
yang memabukkan dan melemaskan atau menurunkan semangat”.
Sepetri diketahui, seorang perokok akan kecanduan dengan rokok, yang terlihat
dengan jelas saat ia tidak memilikinya.
Kedua, merokok dinilai oleh orang banyak ulama sebagai salah satu bentuk
pemborosan. Hal ini bukan hanya oleh orang perorang yang membeli sebatang dua
batang, melainkan justru oleh pabrik-pabrik rokok yang mengeluarkan biaya tidak kecil
untuk memprogandakan sesuatu yang tidak bermanfaat, kalau enggan berkata
membahayakan. Juga pada biaya pengobatan bagi mereka yang menderita sekian
banyak penyakit akibat rokok. Agama melarang segala bentuk pemborosan. Jagankan
2 M. Shihab Quraish. “ Fatwa-fatwa Seputar Wawasan Agama”, Diterbitkan oleh Penerbit
Mizan Anggota IKAPI, Bandung 1999. hlm., 44.
3
dalam hal yang buruk, atau tidak bermanfaat, dalam hal yang baik pun dilarangnya.3 “
Tiada pemborosan dalam kebaikan dan tiada kebaikan dalam pemborosan,” demikian
sabda Nabi Saw.
Ketiga, dari segi dampaknya terhadap kesehatan. Mayoritas dokter, bahkan
Negara, telah mengakui dampak buruk ini, sehingga seandainya tidak ada teks
keagamaan (ayat atau hadis) yang pasti menyangkut larangan merokok, maka dari segi
maqashid al-syari’ah sudah cukup sebagai argumentai larangannya.
Tiga dasar pemikiran diatas mengantarkan banyak ulama kontemporer kepada
kesimpulan haramnya atau paling tidak makruhnya merokok. Saya cenderung untuk
mempeketat larangan ini.
Merorok dimasjid terlarang karena aromanya dapat menganggu orang lain,
apalagi bila diakui bahwa perorokok pasif pun dapat terganggu4. Larangan ini
dianologikan dengan sabda Nabi Saw, “ siapa yang memakan bawang putih atau
merah, hendaklah ia menjauhi kami atau menjauhi masjid kami.”
Kalau bawang yang secara jelas tidak haram bahkan dalam hal-hal tertentu boleh
jadi membawa dampak positif bagi kesehatan terlarang pemakannya untuk mendekati
masjid (karena masjid adalah tempat umum), maka adalah lebih wajar jika yang
merokok pun dilarang untuk mendekati tempat-tempat umum. Terlepas apakah ia
mengganggu kesehatan atau tidak.5
Lancet, sebuah majalah kedokteran yang terbit di Inggris menyatakan bahwa
merokok itu penyakit,bukan kebiasaan. Perilaku ini merupakam bencana yang dialami
oleh kebanyakan anggota keluarga, juga sebagai kebiasaan yang dapat menurunkan
kehormatan seseorang. Jumlah orang yang mati disebabkan merokok itu berlipat ganda.
Mereka menyimpulkan bahwa asap rokok lebih berbahaya daripada asap mobil. Dan
3 Bachtiar, Harsya,. “ Islam dan Nestapa Manusia Modern.” Terjemahan Anas Mahyuddin dari
Islam and the Plight of Modern Man”, Penerbit : Bandung Pustaka, 1983., hlm. 94.
4 Mas’ ufi F, Masdar , “Shalat , dalam Kontestualisasi Doktrin,” Penerbit Paramadina, Jakarta,
1994., hlm. 40.
5 Ahmad Al-Mubarak Al-Huraibi, dalam bukunya “Atsar Al-Mukhaddarat Wa Al-Musakkirat
Wa Al-Tadkhin fi Al-Shi hhah Wa Al-Din”,. (hlm.37 dan 48). Wallahu a’lam. Sementara Ulama
memfatwakan bahwa perokok, walaupun belum kecanduan, tidak dibenarkan menjadi imam dalam shalat,
dan kalaupun ia menjadi imam, sholat orang-orang yang mengikutinya menjadi tidak sah.
4
dokter memberi nasihat bahwa orang yang merokok itu tidak aman dalam menjalankan
tugasnya.
Di Indonesia yang mati mencapai 200rb-400rb tiap tahun karena pecandu rokok
Pajak rokok 180 triliun disumbangkan dari orang yang membeli rokok. Tetapi
sumbangan perusahaan/industri rokok kepada perokok, hanya asapnya.
Tumbuhan yang dikenal dengan nama ad dukhan atau tembakau baru dikenal
pada akhir abad ke-10 Hijriah. Dan semenjak digunakan manusia, para ulama pada
zaman itu dituntut untuk membicarakannya menurut keterangan hukum syara’.
Sebagian berpendapat haram; sebagian berpendapat makruh; sebagian lagi mengatakan
boleh(mubah), dan sebagian lagi tidak memberikan hukum secara mutlak, tetapi
menetapkan hukumnya secara rinci, 6.dan sebagian lagi dari mereka (ulama) berdiam
diri, tidak membicarakannya.
B. PEMBAHASAN

  1. Dalil-dalil Golongan yang Mengharamkan
    Memabukkan
    Mereka mengatakan bahwa rokok itu memabukkan, sedangkan tiap-tiap yang
    memabukkan itu hukumnya haram.. Yang dimaksud dengan memabukkan ialah segala
    sesuatu yang dapat menutup akal, meskipun hanya sebatas tidak ingat (dialami oleh
    orang-orang yang pertama kali melakukannya). Artinya,merokok bisa menjadikan
    pikirannya kacau, menghilangkan pertimbangan akalnya, menjadikan nafasnya sesak
    dan dapat teracuni. Mabuk dalam hal ini bukan mabuk karena lezat, dan bukan pula
    menggigil.
    Sedangkan sebagian dari mereka tidak memperbolehkan orang yang merokok itu
    menjadi imam.7
    6 Nurcholis Madjid, “ Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah
    Keimanan dan Komederenan”, Penerbit: Yayasan Paranmadina , 1992, hlm., 110.
    7 Amidhan, “ Dilema Kesejahteraan Umat, dalam Kehampaan Spritual Masyarakat Modern”,
    Penerbit Mediacita, Jakarta, 2000, hlm,. 180. Dalil dari As-Sunnah- Hadits Rasulullah Saw yang
    berbunyi Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan juga tidak boleh membahayakan orang lain. Jadi
    menimbulkan (haram) adalah ditiadakan (tidak berlaku) dalam syari’at, baik bahayanya terhadap badan,
    ataupun harta. Sebagaimana pula bahwa merokok adalah berbahaya terhadap badan dan harta. Adapun
    5
    Melemahkan Badan
    Mereka berkata,”Kalaupun merokok itu tidak sampai memabukkan, minimal
    perbuatan itu dapat menyebabkan tubuh menjadi lemah dan loyo. Dari Ummu Salamah
    r.a.:”Bahwa Rasulullah saw. melarang segala sesuatu yang memabukkan dan
    melemahkan.” (HR Ahmad dan Abu Daud).
    Menimbulkan Mudharat
  2. Mudharat pada badan: menjadikan badan lemah, wajah pucat, terserang batuk,
    bahkan dapat menimbulkan penyakit paru-paru.
  3. Mudharat pada harta, yang dimaksud ialah bahwa merokok itu menghamburhamburkan
    harta, yakni menggunakannya untuk sesuatu yang tidak bermanfaat
    bagi badan dan ruh, tidak bermanfaat di dunia dan akhirat.8 Sedangkan Nabi
    saw. Telah melarang membuang-buang harta, Allah Swt berfirman:”….dan
    janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
    Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan
    itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Al Isra (17) ayat :26-27)9
       􀀀􀀀􀀀
       
      
      
       
       
    dalil dari I’tibar (logika) yang benar yang menunjukkan keharaman merokok adalah keras (dengan
    perbuatannya itu) si perokok mencampakkan dirinya sendiri kedalam hal yang menimbulkan hal yang
    berbahaya, rasa lemas dan keletihan jiwa.
    8 Lubis, Nur. A. Fadli “ Kesehatan Dan Mental “, Penerbit Grafiti PRESS, Jakarta., 1989,
    hlmn, 79.
    9 “Tohaputra Ahmad H.Drs., “Al-Qur’an Dan Terjemahnya” Penerbit CV. As Syifa , Semarang,
  4. h : 609.
    6
  5. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada
    orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghamburhamburkan
    (hartamu) secara boros.
  6. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan
    syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
    Salah seorang ulama berkata: ”Bila seseorang sudah mengakui bahwa ia tidak
    menemukan manfaat rokok sama sekali, maka seharusnya rokok itu diharamkan, bukan
    dari segi penggunaannya, tetapi dari segi pemborosan.10 Karena menghamburhamburkan
    harta itu tidak ada bedanya, apakah dengan membuangnya ke laut atau
    dengan membakarnya, atau dengan merusaknya.” 11
    Alasan Golongan yang Memakruhkan
  7. Bahaya, merokok itu tidak lepas dari dharar (bahaya), lebih-lebih jika terlalu
    banyak melakukannya. Sedangkan sesuatu yang sedikit itu bila diteruskan akan
    menjadi banyak.
  8. Mengurangkan harta. Dapat mengurangkan harta yang dapat digunakan untuk
    hal-hal yang lebih baik dan lebih bermanfaat bagi sahabatnya dan bagi orang
    lain.
  9. Bau dan asapnya mengganggu serta manyakiti orang lain yang tidak merokok.
  10. Menurunkan harga diri/wibawa bagi orang yang mempunyai kedudukan sosial
    terpandang.
    10 Rakhmat, Jalaludin, dan Abdullah M. Amin , “ Kesehan dan“ Islam Alternatif”, Penerbit:
    Wacana Mulia, Bandung, Mizan, 1991, hlm. , 63. Orang yang berakal tentu tidak rela hal itu terjadi
    terhadap dirinya sendiri. Alangkah tragisnya kondisi dan demikian sesak dada siperokok bila dirinya tidak
    menghisapnya. Alangkah berat dirinya berpuasa dan melakukan ibadah-ibadah lainnya karena hal itu
    menghalangi dirinya dari merokok. Bahkan alangkah berat dirinya berinteraksi dengan orang-orang yang
    shalih karena tidak mungkin mereka membiarkan rokok mengepul dihadapan mereka.
    11 Al-Mawardi Al-Imam, “Kenikmatan Kehidupan Dunia dan Agama”, Penerjemah Kamaluddin
    .,Penerbit Dar Ibn Katsir, Beirut Judul Asli Adabud Dun ya Wad din. Penulis Al-Imam Al-
    Muhammd, Cetakan Pertama, Maret 2001, Jakarta., hlm., 481.
    7
  11. Dapat melalaikan seseorang untuk beribadah secara sempurana.
  12. Bagi orang yang biasa merokok, akan membuat pikirannya kacau jika pada suatu
    saat ia tidak mendapatkan rokok.
  13. Jika perokok menghadiri suatu mejelis/pertemuan, ia akan mengganggu orang
    lain, maka hendaklah ia malu melakukannya.
    Syekh Abu Sahal Muhammad bin Al Wa’izh Al Hanafi berkata: “Kemakruhan
    bagi perokok disebabkan menjadikan pelakunya hina dan sombong, memutuskan hak
    dan keras kepala. Selain itu, segala sesuatu yang baunya mengganggu orang lain adalah
    makruh,12 sama halnya dengan memakan bawang. Maka asap rokok yang memiliki
    dampak negative ini lebih utama untuk dilarang, dan perokoknya lebih layak dilarang
    masuk mesjid serta menghadiri pertemuan-pertemuan.”
    Alasan Golongan yang Memperbolehkan
    Golongan ini berpegang pada kaidah bahwa asal segala sesuatu itu boleh,
    sedangkan anggapan bahwa rokok itu memabukkan atau menjadikan lemah itu tidak
    benar. Memang benar bahwa orang yang tidak biasa merokok akan meraskan mual bila
    ia pertama kali melakukannya, tetapi hal ini tidak menjadikan haram. Jika orang
    menganggap merokok sebagai perbuatan israf, maka hal ini tidak hanya terdapat pada
    rokok.
    Syekh Mushthafa As Suyuthi Ar Rabbani berkata: “Setiap orang yang mengerti
    tentang pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya, yang mau bersikap objektif,
    apabila sekarang ia ditanya tentang hukum merokok —-setelah rokok dikenal banyak
    orang serta banyaknya anggapan yang mengatakan bahwa rokok dapat membahayakan
    akal dan badan—- niscaya ia akan memperbolehkannya. Sebab asal segala sesuatu yang
    tidak membahayakan dan tidak ada nash yang mengharamkannya adalah halal dan
    mubah, sehingga ada dalil syara’ yang mengharamkannya.13
    12 Ibid., h., 66.
    13 Al-Halawi Muhammad Abdul Aziz., “Fatwa Dan Ijtihad Umar Bin Khattab Ensiklopedi
    Berbagai Persoalan Fiqh”, Penerbit Risalah Gusti Cetakan Pertama, Diterjemahkan Wasmuka Ust.
    Zubeir Suryadi Abdullah Surabaya,1999. hlm. 419.
    8
    Inilah pendapat yang dikemukakan Syekh Mushthafa yang didasarkan pada
    kenyataan yang terjadi pada zaman beliau. Seandainya beliau mengetahui bahaya yang
    ditimbulkannya seperti yang tampak pada hari ini, niscaya dengan penuh keyakinan
    beliau akan mengubah pendapatnya.
    Golongan yang Merinci Pendapatnya
    Golongan ini mengatakan bahwa sesungguhnya tumbuhan ini (tembakau) pada
    dasarnya adalah suci, tidak memabukkan, tidak membahayakan, dan tidak kotor. Jadi,
    pada asalnya adalah mubah, kemudian berlaku padanya hukum-hukum syariat seperti
    berikut:
    (1) Barangsiapa yang menggunakannya tetapi tidak menimbulkan mudharat pada badan
    atau akalnya, maka hukumnya adalah jaiz (boleh).
    (2) Barangsiapa yang apabila menggunakannya menimbulkan mudharat, maka
    hukumnya haram, seperti orang yang mendapatkan mudharat bila menggunakan
    madu.
    (3) Barangsiapa yg memanfaatkannya untuk menolak mudharat, semisal panyakit, maka
    wajib manggunakannya.
    Jadi, hukum-hukum ini ditetapkan berdasarkan sesuatu yang akan ditimbulkannya,
    sedangkan pada asalnya adalah mubah, sebagaimana yang telah kita ketahui.
    Pendapat Ulama Mutaakhkhirin
    Syekh Hasanain makhluf, mufti Mesir, yang menginventarisasi pendapat sebagian
    ulama sebelumnya, berpendapat bahwa hukum rokok adalah mubah. Beliau juga
    mengatakan bahwa keharaman dan kemakruhannya apabila timbul faktor-faktor lain,
    seperti jika menimbulkan mudharat baik banyak atau sedikit terhadap jiwa maupun
    harta. Atau karena mendatangkan mafsadat dan mengabaikan hak istri dan anakanaknya
    atau orang yang nafkahnya menjadi tanggungannya manurut syara’. Apabila
    terdapat unsure-unsur seperti ini maka hukumnya menjadi makruh atau haram, sesuai
    9
    dengan dampak yang ditimbulkannya. Sebaliknya, jika tidak terdapat dampak negative
    seperti itu, maka hukumnya halal.14
    Syekh Muhammad Ibnu Mani’ (Ulama Arab Saudi), berkata di dalam kitabnya
    ghayatul Muntaha, sebagai berikut: “Pendapat yang memperbolehkan rokok adalah
    pendapat orang yang mengigau sehingga tidak perlu dihiraukan. Di antara mudharat
    yang ditimbulkannya ialah merusak badan, menimbulkan bau yang kurang sedap dan
    mengganggu orang lain, serta dapat menghambur-hamburkan harta tanpa ada gunanya.
    Maka janganlah anda terperdaya oleh perkataan orang-orang yang menganggapnya
    mubah. Sebab, setiap orang boleh diambil atau ditolak perkataannya, kecuali Rasulullah
    Saw. Yang tidak boleh ditolak perkataannya.
    Barangkali pendapat yang paling adil dan paling sahih alasannya dalam masalah
    ini ialah pendapat yang dikemukakan oleh Al Maghfur Syekhul Akbar Mahmud Syaltut,
    Rektor Al Azhar, di dalam kitab beliau: “Kalaupun tembakau tidak menjadikan mabuk
    dan tidak merusak akal, tetapi masih menimbulkan mudharat yang dapat dirasakan
    pengaruhnya pada kesehata orang yang merokok dan yang tidak merokok. Para dokter
    telah menjelaskan bahwa unsure-unsur yang ada didalamnya diketahui mengndung
    racun. Karena itu tidak diragukan lagi bahwa tembakau (merokok) dapat menimbulkan
    gangguan dan mudharat, sedangkan hal ini merupakan sesuatu yang buruk dan terlarang
    menurut pandangan Islam. Disisi lain, pengeluaran belanja untuk rokok ternyata lebih
    banyak, padahal anggaran tersebut dapat digunakan untuk sesuatu yang lebih baik dan
    bermanfaat. Maka dari sudut pandang ini merokok jelas-jelas dilarang dan tidak
    diperbolehkan syara’.
    14 Budi Utomo Setiawan Dr., “ Fiqh Actual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer “Pengantar
    :Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid Penerbit GEMA INSANI PRESS Anggota IKAPI Cetakan Pertama
    Sya’ban 1424 H/Oktober 2003 M. hlm. 209.. Topik ini relative menjadi wacana yang baru, sehingga
    belum ada ketetapan hukum Syari’ah dan para fuqaha klasik dalam berbagai mazhab, disamping belum
    sempurnanya gambaran tentang substansi masalah dan dampak rokok berdasarkan riset kesehatan yang
    akurat . Maka wajar setelah itu terjadilah perbedaan pendapat dari berbagai mazhab fiqih tentang masalah
    ini. Sebagaian berpendapat Haram, sebagian berpendapat Makruh, sebagian lagi mengatakan boleh
    (mubah) dan terutama para Ulama yang terlanjur mengkomsumsi dan sebagian lagi tidak memberitahu
    hukum secara mutlak, tetapi menetapkan hukumnya secara rinci., Bahkan sebagian lagi dari mereka
    berdiam diri, tidak mau membicarakannya.
    10
    Padahal perlu di ketahui bahwa Syekh Syaltut Rahimahullah terkena cobaan
    berupa kebiasaan merokok yang dilakukannya sejak muda sehingga beliau tidak dapat
    membebaskan diri daripadanya. Tetapi karena kesadarannya, beliau menguatkan
    pendapat yang mangharamkan rokok, sebab menerapkan ‘illat-illat hukum dan kaidahkaidah
    tasyri’ yang umum.
    Penilaian dan Tarjih
    Tampak bahwa perbedaan pendapat ulama dari berbagai mazhab sebagaimana
    yang telah dikutip di atas bukanlah terletak pada dalil-dalil yang mereka kemukakan,
    tetapi hanya dalam hal penerapannya. Artinya, mereka sepakat bahwa apa saja yang
    menimbulkan mudharat pada badan atau akal terhukum haram, tetapi mereka berbeda
    pandangan dalam menerapkan hukum ini terhadap rokok. Apabila mereka secara
    keseluruhan menegaskan adanya dharar (bahaya) pada rokok, niscaya mereka akan
    sepakat mengharamkannya, tanpa perdebatan.
    Adapun jika ada sebagian orang yang merasa mendapatkan ketenangan karena
    merokok, maka hal ini bukanlah termasuk manfaat rokok, tetapi hanya karena ia telah
    terbisa merokok dan kecanduan. Orang seperti ini hanyalah memikirkan kesenangan
    dan ketenangan tanpa mau tahu bahaya panyakit yg mengancam dirinya apalagi orang
    lain.
    Imam Ibnu Hazm berkata, bahwa perbuatan israf itu haram, maksud israf yaitu
    berbuat boros pada sesuatu yang tidak diperlukan, dan menghambur-hamburkan harta
    secara sia-sia, meskipun dalam jumlah kecil. Allah berfirman:
    “… dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
    orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Al An’am (06) ayat : 141)15
        
      
      
    15 “Al-Qui’an Dan Terjemahnya.”, Op. Cit., hlm. 307.
    11
      
       
        
        
         
     
    Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
    berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,
    zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya).
    Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan
    tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir
    miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
    menyukai orang yang berlebih-lebihan.
    C. PENUTUP
    Syaria’at Islam sesuai untuk setiap zaman dan tempat, “ demikianlah keyakinan
    setiap Muslim. Oleh karena itu, berbagai persoalan baru yang muncul pasti ada
    pemecahannya di dalam syariat islam, meskipun persoalan-persoalan baru tersebut
    sebelumnya tidak pernah terlintas di benak para pakar hukum Islam, terutama para
    mujtahid generasi awal.
    Pandangan Islam tentang merokok serta kategori apa ia ditempatkan dari kelima
    tingkatan hukum diatas, ditentukan oleh sifat rokok serta dampak-dampaknya bagi
    kelima tujuan pokok agama. Sebagian ulama cenderung menilai rokok sebagai sesuatu
    yng mubah. Ini disebabkan mereka tidak atau belum mengetahui dampak negative dari
    rokok. Dalam hal ini, mereka berpegang pada sebuah riwayat yang dikemukakan oleh
    Al-Daruquthni dan Abu Nu’aim bahwa Nabi Saw, bersabda: “Sesungguhnya Allah
    telah mewajibkan kewajiban-kewajiban, maka jangan abaikan kewajiban itu. Dan
    12
    menetrapkan batas-batas, maka jangan melampauinya. Serta mengharamkan hal-hal,
    maka jangan mendekatinya, dan meninggalkan (tidak menyebut) hal-hal, bukan karena
    lupa, karena itu jangan kamu membahasnya”.
    DAFTAR PUSTAKA
    13
    Ahmad Tohaputra, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Semarang: Penerbit CV. As Syifa,
    2000.
    Abdullah Bin Baz Abdul Azis Syaikh bin, Tim Darul Haq, Fatwa-fatwa Terkini,
    Penerjemah: Musthofa ‘Aini, Lc, Penerbit Darul Haq, Jakarta 1999.
    Abdul Aziz Al-Halawi Muhammad, Fatwa Dan Ijtihad Umar Bin Khattab Ensklopedi
    Berbagai Persoalan Fiqh, Penerbit Risalah Gusti
    Harsya Bachtiar, Islam dan Nestapa Manusia Modern, Bandung: Bandung Pustaka,
    1983.
    Fadli A.Lubis, Nur, Kesehatan Dan Mental, Jakarta: Penerbit Grafiti PRESS, 1989.
    Imam Al-Mawardi, Kenikmatan Kehidupan Dunia dan Agama, Penerjemah
    Kamaluddin., Penerbit Dar Ibn Katsir, Beirut Judul Asli Adabud Dun ya Wad din .
    Penulis Al-Imam Al-Muhammd, Cetakan Pertama, Maret 2001, Jakarta.
    Jalaluddin Rakhmat dan Abdullah M. Amin , Kesehatan dan “Islam Alternatif”,
    Penerbit : Wacana Mulia, Bandung, Mizan, 1991.
    Mas’ufi F, Masdar , Shalat dalam Kontestualisasi Doktrin Penerbit Paramadina,
    Jakarta, 1994.
    Mubarak Al Ahmad Al-Huraibi, dalam bukunya “Atsar Al-Mukhaddarat Wa Al-
    Musakkirat Wa Al-Tadkhin fi Al-Shi hhah Wa Al-Din”
    Madjid Nurcholis, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang
    Masalah Keimanan dan Komederenan”, Penerbit: Yayasan Paramadina , 1992.
    W. Amidhan, “ Dilema Kesejahteraan Umat, dalam Kehampaan Spritual Masyarakat
    Modern”, Penerbit Mediacita, Jakarta, 2000.
    Quraish M. Shihab, “ Fatwa-fatwa Seputar Wawasan Agama”, Diterbitkan oleh
    Penerbit Mizan Anggota IKAPI, Bandung 1999.

Leave a comment